CTL

  1. A.    Definisi CTL

            Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.[1]

Dalam bahasa penulis, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan cara mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan (keterampilan) yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan (konteks) ke permasalahan (konteks) lainnya.

Dengan konsep tersebut, diharapkan hasil dari pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa, bukan hanya monoton transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam hal ini guru lebih mengutamakan srategi pembelajaran daripada hasil pembelajaran. Sehingga, siswa akan dapat menemukan suatu hal yang baru dari upayanya sendiri, bukan dari guru.

 

  1. B.     Konsep Dasar CTL

Terdapat tiga konsep dasar yang perlu diketahui dalam CTL[2]. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa dalam menemukan materi, artinya proses belajar dalam CTL tidak mengharapkan siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi juga proses mencari dan menemukan materi pelajaran.

Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk menghubungkan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Dengan begitu, materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak mudah untuk dilupakan.

Ketiga, CTL medorong siswa agar dapat menerapkan materi yang telah ditemukannya dalam kehidupan nyata, artinya konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

 

  1. C.    Latar Belakang CTL
    1. Latar Belakang Filosofis

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin, yang selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology Giambatista Vico (Suparno, 1997) yang mengatakan bahwa: “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya”. Menurut Vico, mengerti berarti memahami cara bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu, pengetahuan tidak terlepas dari orang (subjek) yang mengetahui. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati. Selanjutnya, filsafat konstruktivisme juga berpandangan bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian orang lain seperti guru, tetapi hasil konstruksi yang dilakukan setiap individu.

Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, berkat pengalamannya seorang anak memiliki skema tentang burung merpati sebagai binatang yang bersayap dan bisa terbang. Sehingga, ia akan mengatakan setiap binatang yang memiliki sayap adalah burung, dan setiap burung pasti dapat terbang. Selanjutnya, proses asimilasi terbentuk, ketika ia melihat burung-burung yang lain yang sama-sama bisa terbang misalnya burung yang lebih kecil dari burung merpati yaitu burung pipit dan burung yang lebih besar seperti burung elang. Dengan demikian, ia akan menyempurnakan skema tentang burung yang telah dibentuknya, bahwa burung itu ada yang besar , dan ada yang kecil. Kemudian, proses akomodasi akan terbentuk, misalnya ketika anak tersebut melihat seekor ayam. Ayam memiliki sayap seperti burung, akan tetapi ayam tidak dapat terbang. Sehingga ia akan membuat skema baru bahwa tidak semua binatang bersayap itu dapat terbang. Demikianlah, selama hidupnya seseorang akan memperbaiki dan menyempurnakan skema-skema yang telah terbentuk.

Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru yang benar dan sesuai. Sebelum anak mampu meyusun skema baru, ia akan dihadapkan pada posisi ketidakseimbangan (dis-equilibrium), yang akan mengganggu psikologis anak. Akan tetapi, jika skema telah sempurna, anak akan kembali pada posisi seimbang (equilibrium), untuk kemudian ia akan dihadapkan pada perolehan pengalaman baru lainnya.[3]

 

  1. Latar Belakang Psikologis

Berdasarkan sudut pandang psikologis, CTL berpijak pada psikologi kognitif. Menurut aliran ini, proses belajar terjadi karena adanya pemahaman individu akan lingkungannya. Belajar bukan hanya peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Akan tetapi, belajar merupakan suatu proses yang melibatkan mental tidak tampak, seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.

Berdasarkan asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka ada beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL, yaitu :

  1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki.
  2. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan fakta yang tidak berkaitan dengan kehidupan
  3. Belajar merupakan proses pemecahan masalah
  4. Belajar merupakan proses pengalaman yang berkembang secara bertahap dari hal sederhana menuju hal yang lebih kompleks
  5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan
  6. D.    Karakteristik CTL

Terdapat lima karakter penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, diantaranya yakni :

  1. Pembelajaran merupakan pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowladge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang telah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
  2. Pembelajaran yang kontesktual merupakan pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowladge) dengan cara deduktif.
  3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowladge), artinya pengetahuan yang diperoleh tidak untuk dihafal, tetapi untuk dipahami dan dikembangkan.
  4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowladge), artinya pengetahuan yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
  5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan, agar terjadi umpan balik dan proses perbaikan dalam penyempurnaan strategi.

 

  1. E.     Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional

Dalam konteks tertentu, terdapat perbedaan antara pembelajaran model CTL dan pembelajaran model Konvensional, diantaranya :

  1. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran Konvensional, siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
  2. Dalam CTL siswa belajar melalui kelompok, seperti kerja kelompok, dan berdiskusi. Sedangkan dalam pembelajaran Konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat dan menghafal materi pelajaran.
  3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan hubungan nyata secara riil. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
  4. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman. Sedangkan dalam pembelajaran Konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
  5. Dalam CTL tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya.
  6. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini mungkin terjadi tapi kecil sekali, karena kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
  7. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
  8. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagi cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, dll. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

 

  1. F.     Keterkaitan Peran Guru dan Siswa dalam CTL

Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadapnya dengan gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa keterkaitan peran guru dan siswa dalam CTL, diantaranya yakni :

  1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangan.
  2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
  3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan hubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
  4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi). Dengan demikian, tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) siswa agar mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.

 

  1. G.    Asas-asas CTL

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.asas-asas tersebut adalah:[4]

  1. Kontruktivisme (Contructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat pengetahuan, akan tetapi belajar merupakan suatu proses dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, dengan dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.

 

  1. 2.    Menemukan (Inquiri)

Inquiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan sendiri materi pembelajaran melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan dengan beberapa langkah,yaitu:

  1. Merumuskan masalah
  2. Mengajukan hepotesis
  3. Mengumpulkan data
  4. Menguji hepotesis berdasarkan data yang ditemukan
  5. Membuat kesimpulan

 

Penerapan proses inquiri dalam proses pembelajaran CTL dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Sehingga siswa didorong untuk menemukan masalah. Melalui proses belajar yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sifat belajar ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya diharapkan sebagai dasar pembentukan kreatifitas.

 

  1. Bertanya (questioning)

Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan jawaban pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak hanya menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh karena itu, peran bertanya sangat penting. Sebab dengan pertanyaan-pertanyaan, guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya sangat berguna untuk:

  1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam peguasaan materi pelajaran.
  2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
  3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu yang di inginkan.
  4. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
  5. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

 

Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan, bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik dalam bertanya sangat diperlukan.

 

  1. Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dengan lingkungan yang terjadi secara alamiah. Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar .

 

 

  1. Pemodelan (modeling)

Pemodelan pada dasarnya adalah membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan.. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap mempunyai kemampuan.

 

  1. Refleksi (reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari, dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bila terjadi melalui proses refleksi, siswa akan memperbarui pengetahuan yang etlah dibentuknya atau menambah pengetahuannya.

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, pada setiap akhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya pada hari itu.

  1. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam kontekstual teaching leaning, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi juga terhadap keberhasilan prosesnya. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.

Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

BAB III

PENUTUP

 

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab II, dapat disimpulkan:

  1. Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan cara mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan (keterampilan) yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan (konteks) ke permasalahan (konteks) lainnya.
  2. Konsep dasar dalam strategi pembelajaran CTL adalah menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan materi yang dipelajari, menemukan hubungan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata, dan menekankan agar siswa dapat menerapkan materi yang telah didapat dalam kehidupan.
  3. Latar belakang munculnya CTL berawal dari filsafat kontruktivisme yang mengatakan bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah pemberian dari orang lain, akan tetapi hasil konstruksi yang dilakukan oleh setiap individu. Selain itu, kemunculan CTL juga dilatarbelakangi oleh aliran psikologis kognitif yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang melibatkan mental tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, kemampuan dan pengalaman.
  4. Karakteristik dari pembelajaran CTL, yakni activing knowledge, acquiring knowledge, understanding knowledge, appliying knowledge, dan reflecting knowledge.
  5. Perbedaan pembelajaran CTL dengan pembelajaran konvensional yakni :

No

CTL

Konvensional

1

Siswa merupakan subyek belajar Siswa merupakan objek belajar

2

Siswa belajar melalui kegiatan berkelompok Siswa lebih banyak belajar individual

3

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata Pembelajaran bersifat teoritis

4

Kemampuan didasarkan pengalaman Kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan

5

Tujuan akhir adalah kepuasan diri Tujuan akhir adalah nilai

6

Tindakan dibangun atas kesadaran diri sendiri Tindakan dibangun atas factor eksternal

7

Pengetahuan senantiasa berkembang sesuai dengan pengalaman pembelajaran Pengetahuan bersifat absolut dan final

8

Siswa bertanggungjawab mengembangkan pengetahuannya masing-masing Guru sebagai penentu jalannya proses pembelajaran

9

Pembelajaran dapat terjadi dimana saja Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas

10

Keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara Keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes

 

  1. Adapun keterkaitan peran guru dan siswa, yakni :

No

Siswa

Guru

1

Siswa merupakan individu yang berkembang Guru sebagai pembimbing siswa

2

Siswa cenderung mempelajari hal-hal yang baru Guru memilih bahan-bahan penting untuk dipelajari siswa

3

Bagi siswa, belajar merupakan proses mencari keterkaitan pengetahuan Membantu siswa mencari keterkaitan pengetahuan

4

Bagi siswa, belajar merupakan proses asimilasi dan akomodasi Memfasilitasi anak agar mudah melakukan proses asimilasi dan akomodasi

 

  1. 7.        Asas-asas CTL diantaranya yakni contructivism, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection, dan authentic assessment.


[1] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. 2006. Kencana : Jakarta. Hal 255

[2] Ibid

[3] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. 2006. Kencana : Jakarta. Hal 258

[4] Johnson, Elaine B . 2007. Contextual Teaching Learning. Jakarta : MLC. Hal  90

Tinggalkan komentar