STAD & JIGSAW

2.1 Pengertian Cooperative Learning

Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur, dimana memuat lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran[1].

Menurut Wina (2008:242), pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang  menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara 4-5 orang dengan latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).

Johnson (dalam Etin Solihatin, 2005:4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama (saling membantu) dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan latar belakang akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).

.

2.2 Karakteristik Dan Prinsip-Prinsip Cooperative Learning

1. Karakteristik Cooperative Learning

Karakteristik stretegi pembelajaran kooperatif meliputi beberapa hal berikut[2]:

 

  1. a.    Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran secara tim (kelompok). Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, karena keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.

Setiap anggota tim bersifat heterogen. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota dapat saling berbagi pengalaman serta saling memberi dan menerima, sehingga setiap anggota diharapkan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan tim.

 

  1. b.    Didasarkan pada Manajemen Kooperatif

Sebagaimana pada mumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan fungsi kontrol. Demikian pula dalam pembelajaran kooperatif, sebagaimana berikut:

  • Fungsi perencanaan: pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang demi tercapainya proses pembelajaran yang efektif.
  • Fungsi organisasi: proses pembelajaran kooperatif merupakan pekerjaan bersama antar anggota tim, sehingga diperlukan pengaturan tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota tim.
  • Fungsi pelaksanaan: pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
  • Fungsi kontrol: dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan, baik melalui tes maupun non tes.

 

  1. c.    Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh karena itu prinsip kerja sama perlu ditekankan, sehingga setiap anggota kelompok bukan hanya harus diatur tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.

 

  1. d.    Keterampilan Bekerja Sama

Kemauan untuk bekerja sama kemudian dipraktekkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lainnya. Dalam hal ini, siswa perlu dibantu dalam mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat memberikan kontribusi untuk keberhasilan kelompok.

2. Prinsip-Prinsip Cooperative Learning

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Roger dan David Johnson, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima prinsip dasar model pembelajaran kooperatif, antara lain[3]:

  1. a.    Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Karena keberhasilan kelompok sangat bergantung pada kinerja masing-masing anggota kelompok, maka semua anggota kelompok akan merasa saling ketergantungan. Demi terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok perlu membagi tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota. Inilah hakikat ketergantungan positif, tugas kelompok tidak mungkin terselesaikan jika ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, yang kesemuanya memerlukan kerja sama yang baik antar anggota.

 

  1. b.    Tanggung Jawab Perorangan (Individual Accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Dikarenakan keberhasilan kelompok tergantung pada kinerja setiap anggota, maka setiap anggota harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik bagi keberhasilan kelompoknya, sehingga guru perlu memberikan penilaian terhadap individu juga kelompok.

 

  1. c.    Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)

Pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan kesempatan luas pada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga pada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, serta memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota.

 

  1. d.    Partisipasi dan Komunikasi (Participation and Communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa agar mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Tentunya untuk dapat berpartisipasi dan berkomunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan berkomunikasi.

 

  1. Evaluasi Proses Kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

 

2.3 Tahap-Tahap Pembelajaran Cooperative Learning

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tahapan yang harur dilakukan oleh guru, sebagaimana berikut[4]:

  1. a.    Penjelasan Materi

Pada tahap penjelasan materi ini, guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas dengan tujuan agar siswa mampu memahami pokok bahasan materi pelajaran. Guru akan memberikan gambaran secara umum tentang pokok bahasan yang harus dikuasai oleh siswa. Selanjutnya siswa akan memperdalam sub bahasan dalam pembelajaran per kelompok (tim). Guru dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik bagi siswa.

 

  1. b.      Belajar dalam Kelompok

Setelah guru menyampaikan materi, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Pengelompokan sistem cooperative learning bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya, baik dalam perbedaan gender, agama, sosial-ekonomi, serta perbedaan potensi akademik. Dalam kelompok belajar biasanya terdiri dari satu orang dengan tingkat akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan akademis sedang dan satunya berkemampuan akademis rendah. (Anita Lie, 2005).

Lie juga menjelaskan alasannya dalam pembagian kelompok yang heterogen tersebut. Alasan pertama, kelompok yang heterogen akan memberikan kesempatan untuk saling mengajarkan dan saling mendukung dalam proses pemahaman materi. Alasan kedua, agar terjalin interaksi yang baik antar teman dalam satu kelas tanpa membedakan suku, agama ataupun ras. Melalui model belajar seperti ini juga dapat mendorong siswa untuk saling bertukar informasi dan pendapat mereka masing-masing. Saling mendiskusikan permasalahan bersama serta mencari penyelesaian masalah dan membndingkan jawaban tiap kelompok.

 

  1. c.       Penilaian

Penilaian dapat dilakukan dengan memberikan sebuah tes ataupun kuis. Tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa, dilakukan dalam dua tahap. Pertama, tes individual untuk mengetahui kemampuan individu tiap siswa. Kedua, tes kelompok yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan tiap kelompok. Dalam penilaian kelompok, nilai yang didapat masing-masing anggota kelompok adalah sama. Karena nilai tersebut merupakan hasil kerja bersama dalam satu kelompok. Nilai akhir dari setiap siswa adalah nilai yang didapat dari masing-masing tes dijumlahkan kemudian dibagi dua.

 

  1. d.      Pengakuan Tim

Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling berprestasi. Dengan adanya pengakuan dan pemberian penghargaan ini, diharapkan akan dapat memotivasi kelompok untuk terus berprestasi dan mendorong kelompok lain agar lebih meningkatkan prestasinya.

Tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif dapat pula diilustrasikan sebagai berikut[5]:

 

FASE – FASE

TINGKAH LAKU GURU

FASE 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
FASE 2: Menyajikan informasi Guru menyajikan kepada siswa dengan jalan demontsrasi atau lewat bahan bacaan
FASE 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa begaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien
FASE 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
FASE 5: Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
FASE 6: Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

 

2.4 Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu[6]:

1. Hasil Belajar Akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan keterampilan bekerja sama dan kolaborasi kepada siswa. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

2.5 Kelebihan Dan Kelemahan Cooperative Learning[7]

  1. a.    Kelebihan Cooperative Learning
  • Ø Dengan adanya sistem Cooperative Learning, siswa tidak akan selalu bergantung pada gurunya saja, tetapi akan dapat berpikir sendiri untuk memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber, termasuk dari temannya sendiri.
  • Ø Cooperative Learning dapat mengembangkan pola pikir dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan setiap ide atau gagasan yang ia peroleh dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
  • Ø Cooperative Learning dapat membantu siswa untuk lebih menghargai pendapat orang lain serta menerima segala perbedaan yang mereka hadapi.
  • Ø Cooperative Learning dapat membuat siswa lebih bertanggung jawab dalam belajar.
  • Ø Cooperative Learning merupakan suatu strategi yang dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial dalam hubungan antar personal yang baik dengan sesama teman.
  • Ø Melalui Cooperative Learning diharapkan siswa dapat mengembangkan pola pikirnya dalam memecahkan suatu permasalahan tanpa takut salah dalam pengambilan suatu keputusan, karena keputusan yang diambil merupakan tanggung jawab seluruh anggota kelompok.
  • Ø Cooperative Learning dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi real (nyata).

 

  1. b.      Kelemahan Cooperative Learning
  • Ø Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan atau keunggulan akademis akan merasa terhambat oleh siswa yang dinilai kurang memiliki kemampuan akademis. Hal tersebut akan mengakibatkan keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
  • Ø Ciri utama Cooperative Learning adalah siswa saling membelajarkan. Jika tanpa peer teaching yang efektif, maka jika dibandingkan dengan pengajaran dari guru, bisa terjadi cara belajar yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
  • Ø Penilaian yang diberikan dalam cooperative learning di dasarkan pada hasil kerja kelompok. Dengan demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu.
  • Keberhasilan Cooperative Learning dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.

 

 

 

2.6 Macam-Macam Model Pembelajaran Cooperative Learning

2.6.1 Model Pembelajaran STAD

a. Pengertian Cooperative Learning STAD

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.

Menurut Slavin, dalam model pembelajaran kooperatif model STAD, siswa dikelompokkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah.

Pada model STAD siswa dikelompokkan secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan kepada anggota yang lain sampai mengerti.

Model kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

  1. b.   Karakteristik Cooperative Learning STAD

Di antara karakteristik model pembelajaran STAD, ialah:

  • Menyampaikan materi pelajaran
  • Membagi siswa dalam kelompok kooperatif yang beranggotakan 4 atau 5 siswa
  • Menjelaskan langkah-langkah kerja kelompok
  • Membimbing siswa dalam kerja kelompok
  • Menugasi siswa melaporkan hasil kerja kelompok
  • Membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran

 

 

 

  1. c.    Langkah-Langkah Penerapan Teknik STAD

Menurut Slavin (dalam Zainuris, 2007:8) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

  1. Guru menyampaikan materi pelajaran
  2. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda
  3. Bahan atau materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar
  4. Guru memfasilitasi siswa dalam bentuk rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pelajaran yang telah dipelajari
  5. Guru memberikan tes atau kuis  kepada siswa secara individu
  6. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai hasil belajar individu dari skor dasar ke skor kuis berikutnya

Nurasma (2006:51) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran model STAD terdiri dari enam langkah yaitu :

  1. Persiapan Pembelajaran
  2. Penyajian Materi
  3. Belajar Kelompok
  4. Tes
  5. Penentuan Skor Peningkatan Individual
  6. Penghargaan Kelompok

 

  1. d.   Kelebihan dan Kelemahan STAD

v Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma, 2006:26), kelebihan model pembelajaran STAD antara lain:

  • Meningkatkan kecakapan individu
  • Meningkatkan kecakapan kelompok
  • Meningkatkan komitmen
  • Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
  • Tidak bersifat kompetitif
  • Tidak memiliki rasa dendam

v Kelemahan model pembelajaran kooperatif STAD

Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007), kekurangan model pembelajaran STAD antara lain:

  • Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang
  • Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

2.6.2 Model Pembelajaran Jigsaw

a. Pengertian Cooperative Learning Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di UniversitasTexas, kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

  1. b.   Karakteristik Cooperative Learning Jigsaw

Di antara karakteristik model pembelajaran Jigsaw, ialah:

  • Menyampaikan materi pelajaran
  • Membagi siswa dalam kelompok kooperatif yang beranggotakan 4 atau 5 siswa
  • Menjelaskan langkah-langkah kerja kelompok
  • Membimbing siswa dalam kerja kelompok
  • Menugasi siswa melaporkan hasil kerja kelompok
  • Membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran

 

  1. c.    Pengelompokan di dalam Jigsaw

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat dua kelompok, yaitu:

Kelompok Heterogen (Kelompok Asal)

Yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam serta merupakan gabungan dari beberapa ahli.


Kelebihan:

Memungkinkan “peer instruction” dan pengumpulan pengetahuan, memberikan peserta informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.

 

Kelemahan:

Apabila salah satu peserta tidak membaca tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi atau didiskusikan. Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagai informasi.


 

Kelompok Homogen (Kelompok Ahli)

Yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam:

  • Belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya
  • Merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula


Kelebihan:

Memungkinkan peserta berbagi perspektif yang berbeda tentang bacaan yang sama, yang secara potensial lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana.

Kelemahan:

Menyamakan perspektif yang berbeda tidaklah mudah, karena belum tentu setiap anggota kelompok menyetujui (sepakat) dengan perspektif salah satu atau sebagian anggota kelompok lainnya.

 

 

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen yang lebih kecil, dengan setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik tertentu untuk didiskusikan di dalam kelompok ahli.

Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok asal sebagai “ahli” dalam subtopik bagiannya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan

  1. d.   Langkah-Langkah Penerapan Teknik Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut[8]:

  1. Memilih materi pembelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen atau bagian
  2. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada.
  3. Setiap kelompok homogen mendapat tugas membaca, memahami dan mendiskusikan serta membuat ringkasan materi pembelajaran yang berbeda
  4. Setiap kelompok homogen mengirimkan anggotanya ke kelompok heterogen untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompoknya
  5. Mengembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan seandainya ada persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok
  6. Memberi peserta didik pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi yang dipelajari

 

Versi berbeda tetapi hampir mirip mengenai langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut[9]:

 

  1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok dengan heterogenitas anggota
  2. Siswa membentuk kelompok kecil (kelompok ahli) untuk menguasai subtopik tertentu
  3. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota yang lain
  4. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok untuk menyamakan persepsi dari materi yang sudah dipelajari
  5. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
  6. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
    1. e.    Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning Jigsaw

 

v Kelebihan Cooperative Learning Jigsaw[10]

  • Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
  • Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
  • Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan

 

v Kelemahan Cooperative Learning Jigsaw

  • Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan metode jigsaw serta kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran
  • Jumlah siswa yang terlalu banyak mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga hanya sebagian orang saja yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
  • Kurangnya penguasaan materi oleh satu atau sebagian anggota dalam kelompok ahli mengakibatkan penguasaan materi pada kelompok asal yang minim.


[2] Sanjaya, Dr. Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006). Hal 242,

[3] Ibid. hal 244.

[4] Ibid. hal 246.

[5] Nurhasanah, Sarifah. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Pemahaman Peristiwa Proklamasi Indonesia dalam Pelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Pereng Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010. digilib.uns.ac.id: pustaka.uns.ac.id. (Diakses 01 April 2011).

[6] digilib.unness.ac.id/gsdl/collect/skri. (Diakses 04 April 2011).

[7] Ibid. hal 248.

[8] Ismail. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PIKEM. (Semarang: RaSAIL Media Group. 2008). Hal 82.

Tinggalkan komentar